Monday, October 7, 2013

Ejekan sang kertas

Tertawa ketika malam kubaca kau dalam gelap
Tertindih seperti kau besar saat aku mengerti akan sebuah janji
Tersenyum seakan kau adalah keindahan saat kata indah membelai tubuhku

Namun kau hanya kertas putih
belang dengan coretan sedikit bermakna
namun artian ketika aku membacamu hanyalah fiktif dalam belang hinaanmu

Saatnya kau tahu bagaimana aku menyusun keindahan dari api
Saatnya kau untuk mengerti bagaimana kaidah dari coretanmu terbakar
Dan akhirnya kau fahami kenapa kau usang dari bakaran yang aku buat

Namun satu yang tersisa dari dalam kaidahmu
Potret dengan setengah keindahan telah terbakar
Aku malu melihatmu
Malu karena aku tak mampu menjadi sebuah puisi dari dinginnya malammu
Malu karena aku pergi untuk keindahanmu
Malu karena aku bukanlah pantas seleksi dari orang yang penting bagimu

Cukupkanlah puisi - puisi manis dari sangkar tak berpintu
Kau abu tak berwarna saat ini

Siapa aku?

Siapa aku hari ini
siapa aku dahulu
siapalah aku untuk kau ingat
siapalah aku untuk mengingatmu
darimana aku menuju
sedarimana tujuanku berawal
mengertikah aku saat tiada ujung
atau ujung akan mengerti ketika aku menjadi baru

Datang, hilang dan berakhir
atau berakhir dan hilang hingga ucapan selamat datang tak lagi ada
kemana aku harus berlari?
atau berlari dari arah mana tujuanku bermulai?
segala ini telah tak pernah menjadi penting
namun kepentinganku tak cukup menjadiku lebih dari hari ini
aku adalah robekan dari sejarah takdir

Wednesday, May 22, 2013

Dimensiku dalam Dua

Seribu lalu menepis menyatu
kala tahun baru aku hidup menjelma jadi dirimu
aku telah pernah bosan
tapi tiadalah aku pernah merasakan sangkar
aku yang bebas diantara putri dalam sangkar
menyayat kecoak tua dalam tatanan kuasa
aku membelah dimensiku dari alur yang tak kalian mengerti
aku punah sejak kau pernah kenali siapa aku
aku terlahir untuk menjadikanku tiada
dan akhir untuk segala cerita adalah aku pernah hidup untuk orang lain

Monday, May 20, 2013

Kecupan sang Takdir

Terpahat dalam kaki tuan aku jalang
Tinggi aku diatas seperti aku berhayal
tak sempurna bukankah kau tau segalanya
pilihanlah yang menyempurnakanku untuk tetap menatap
walau terdengar lirih aku berjalan
takdir kian segan mempermainkan hakku sebagai manusia bodoh

Tuan telah tiada
kini tiba untuk aku menjelma
menjelma menjadi peri tua tak bertongkat
tatap hanya berikanku isyarat arti menghargai
dan kaupun tak perlu tahu bagaimana aku hidup
cukup kau dengar tentang hari terakhirku menyebut nama tuan